Dalam lima tahun terakhir, rasio pajak Indonesia belum mencapai 11%, dengan puncaknya pada 2022 mencapai 10,4%. Faktor seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS), kenaikan tarif PPN menjadi 11%, dan tarif PPh 35% turut berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak. Banyak gagasan dan usulan kebijakan untuk meningkatkan rasio pajak, bahkan menjadi sorotan calon pemimpin dalam pesta demokrasi.
Rakyat Indonesia menunggu hasil pemilihan umum, sementara pemerintah mencari formula untuk meningkatkan rasio pajak. Meskipun pernah mencapai 11%-13% pada 2002-2014, angka ini turun di bawah 10% setelahnya. Meskipun beberapa kebijakan seperti Sunset Policy dan Program Amnesti Pajak diluncurkan untuk meningkatkan rasio pajak, peningkatan penerimaan pajak tidak signifikan.
Rasio pajak Indonesia berada di bawah beberapa negara di Asia Tenggara, hanya di atas Laos, Myanmar, dan Brunei, serta berada di peringkat 18 dari 20 negara di G20. Rasio pajak mengukur kinerja penerimaan pajak dengan membandingkannya dengan Produk Domestik Bruto (PDB), menunjukkan seberapa besar kenaikan penerimaan pajak akibat pertumbuhan PDB.
Peningkatan rasio pajak tergantung pada pertumbuhan penerimaan pajak yang melebihi pertumbuhan PDB, dengan tantangan memastikan pertumbuhan penerimaan pajak melampaui pertumbuhan PDB.
Faktor seperti tarif pajak, basis, dan kepatuhan wajib pajak mempengaruhi rasio pajak. Pemerintah berupaya meningkatkan rasio dengan perluasan basis, peningkatan kepatuhan, dan pembentukan Badan Penerimaan Negara.
Meskipun target rasio pajak dalam RPJMN 2020-2024 adalah 10,7% – 12,3%, pemerintah menetapkan target 10% – 10,2% dalam RKP 2024. Indonesia kini mencari formula efektif untuk meningkatkan rasio pajak setelah sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
Leave a Reply