Dalam upaya menghadapi dinamika perdagangan elektronik dan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah Indonesia menerapkan regulasi baru, yakni PMK-60/PMK.03/2022. Regulasi ini menetapkan tata cara pemungutan PPN atas barang dan jasa yang diperdagangkan melalui sistem elektronik, menciptakan kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha konvensional dan digital di dalam dan luar negeri, serta memberikan kepastian hukum dalam konteks perpajakan.
Pemanfaatan barang atau layanan digital dari luar negeri yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berlaku untuk transaksi antara perusahaan dan konsumen akhir (Business to Consumer) serta antarperusahaan (Business to Business) melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). PPN dikenakan pada e-Book, perangkat lunak, game digital, dan layanan lainnya. Pelaku Usaha PMSE, termasuk individu dan perusahaan yang terlibat dalam PMSE, bertindak sebagai Pemungut PPN PMSE dengan tarif PPN 11% (akan menjadi 12% pada 1 Januari 2025). Diperlukan bukti pungut PPN PMSE, setara dengan Faktur Pajak, dengan mencantumkan NPWP pembeli sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam situasi di mana bukti pungut PPN PMSE tidak mencantumkan nama dan NPWP atau email pembeli barang/penerima jasa yang terdaftar pada administrasi DJP, ada beberapa opsi yang dapat diambil oleh PKP:
- Pembeli barang/penerima jasa dapat memberikan informasi tersebut kepada pemungut PPN PMSE sebelum bukti pungut diterbitkan sebagai tindakan preventif.
- Jika informasi tersebut tidak dicantumkan dalam bukti pungut, tetapi ada bukti lain yang memverifikasi informasi tersebut, bukti pungut masih dapat dianggap sebagai dokumen yang dapat dipersamakan dengan faktur pajak.
- Jika tidak ada bukti lain yang memverifikasi informasi tersebut, bukti pungut tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan (PM), tetapi PM yang tidak dapat dikreditkan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
Referensi : pajak.go.id
Leave a Reply