Nilai ekonomi digital Indonesia pada 2022 sebesar 77 miliar dolar AS, diperkirakan akan hampir dua kali lipat menjadi 130 miliar dolar AS pada 2025 dan mencapai 315,5 miliar dolar AS pada 2030. Pertumbuhan ini menawarkan potensi pendapatan pajak yang signifikan, tetapi juga membawa tantangan terkait ekonomi bayangan yang dapat mempersulit tugas Direktur Jenderal Pajak (DJP) karena basis perpajakan yang stagnan dan keragaman pendapatan yang belum terdeteksi.
DJP menerapkan self-assessment (SSA) dalam perpajakan sejak 1983. Namun, karena teknologi perpajakan tidak berkembang, DJP berpikir untuk mengadopsi artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efisiensi layanan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Berikut merupakan fitur-fitur AI yang mungkin bisa direalisasikan.
- AI digunakan dalam penghitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh). Database peraturan yang terkini dijadikan bahan materi bagi AI. AI mengakses data bukti potong pungut, transaksi, dan informasi keuangan wajib pajak untuk menghitung pajak terutang. AI memberi saran terkait metode penghitungan, tax planning, dasar hukum, dan insentif pajak. AI membantu pelaporan SPT Tahunan secara otomatis dari hasil penghitungan dan penyetoran sebelumnya.
- Wajib pajak memiliki akses terhadap seluruh informasi kewajiban perpajakannya melalui aplikasi yang terintegrasi. Dengan adopsi kecerdasan buatan (AI), aplikasi dapat dilengkapi dengan fitur open chat 24 jam yang memberikan akses tanpa batas waktu. AI bertindak sebagai asisten yang memberi notifikasi terkait pemotongan pajak, pengingat pelaporan SPT, dan informasi terkini seputar aturan perpajakan, mempercepat proses administrasi, dan mengurangi biaya operasional DJP.
- AI memainkan peran penting dalam menata administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ini melibatkan pengawasan kegiatan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Pasal 23, memberikan peringatan terkait kewajiban perpajakan, dan membantu dalam mengoreksi penetapan PPN yang terutang, tidak dipungut, dibebaskan, atau mendapatkan insentif, berdasarkan hukum dan fakta lapangan.
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan pengawasan pajak yang lebih baik dengan meminta otorisasi kepada penyedia platform ekonomi digital untuk menyinkronkan dan menghitung pajak secara otomatis. Tindakan ini bertujuan mengurangi potensi hilangnya penerimaan negara dan menambah sumber informasi data pajak. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, inisiatif ini juga memudahkan wajib pajak dengan penghitungan otomatis dan pelaporan pajak yang lebih efisien.
AI dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam fungsi pengawasan dengan mempelajari pola bisnis wajib pajak menggunakan deep learning, memprediksi potensi pajak, dan mendeteksi tanda-tanda kecurangan. Selain itu, AI dapat menganalisis hubungan antara ekonomi, pelaku usaha, pemegang saham, dan konsumen untuk perumusan kebijakan di masa mendatang. Meskipun berpotensi memberi dampak positif, pemanfaatan AI juga memiliki tantangan seperti keamanan data, biaya, risiko kesalahan, dan potensi penggantian profesi konsultan pajak oleh AI.
Referensi : pajak.go.id
Leave a Reply